Bengkalis pernah berdiri gagah di peta fiskal Indonesia. Daerah penghasil minyak, gas, dan berbagai sumber daya alam (SDA) ini dulu menyandang predikat sebagai kabupaten dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbesar nomor dua se-Indonesia, hanya kalah dari Kutai Kartanegara (Kukar) di Kalimantan Timur. Kini, gelar itu tinggal kenangan.
Data terbaru membuat dada banyak orang di Riau, khususnya Bengkalis, terasa sesak. APBD Kutai Kartanegara tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 12 triliun—melambung tinggi bak roket menuju langit. Sementara Bengkalis, yang dulunya menjadi “adik kandung” Kutai dalam urusan kekayaan SDA, hanya kebagian Rp 3,343 triliun. Jangankan mengejar Kutai, bahkan APBD Bengkalis saat ini sudah jauh tertinggal, sementara ironisnya, APBD Provinsi Riau pun hanya Rp 10 triliun—masih kalah dari satu kabupaten di Kalimantan itu.
Di warung kopi, di dermaga pelabuhan, di ladang-ladang sawit, obrolan yang terdengar bukan lagi soal harga kopra atau kabar kapal dari seberang. Yang mengalun adalah nada kecewa: “Dulu kita ini raja, sekarang macam anak tiri…”. Masyarakat bertanya-tanya, ada apa dengan kebijakan pusat? Apakah daerah penghasil seperti Bengkalis sudah tak lagi dipandang penting? Apakah minyak, gas, dan ladang pundi yang mengalir dari perut tanah ini hanya menjadi catatan angka tanpa imbal balik yang layak?
Bagi sebagian orang, ini bukan sekadar angka-angka di lembaran APBD. Ini tentang martabat. Tentang rasa keadilan yang terkikis sedikit demi sedikit. Ketika daerah lain melonjak APBD-nya, Bengkalis justru terjun bebas, seakan lupa bahwa setiap tetes minyak yang diangkut ke pusat berasal dari tanah yang sama, tanah yang kini anggarannya kian terpangkas.
Harapan kini digantungkan pada para pemangku kepentingan di Riau—dari pejabat daerah hingga wakil rakyat yang duduk di kursi empuk Senayan. Suara masyarakat jelas: perjuangkan kembali marwah Bengkalis dan Riau. Jangan biarkan daerah ini terbuai janji-janji manis status “daerah istimewa” bila pada akhirnya jatah anggaran justru makin mengecil.
Karena Bengkalis bukan sekadar nama kabupaten. Ia adalah nadi ekonomi Riau. Ia adalah penopang pendapatan nasional yang tak sepatutnya dipinggirkan. Dan di balik angka-angka APBD yang menciut, ada rasa yang ingin diutarakan: Kami ingin kembali dihargai.
Daerah penghasil migas terbesar di Indonesia tersebar di beberapa provinsi, baik di daratan maupun lepas pantai. Berikut beberapa yang dikenal sebagai penghasil utama:
1. Kabupaten Kutai Kartanegara (Kaltim) – Salah satu daerah penghasil migas terbesar, terutama dari Blok Mahakam dan wilayah lepas pantai di perairan Muara Jawa, Muara Badak, dan sekitarnya.
2. Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur) – Terkenal dengan Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu yang menjadi salah satu penyumbang produksi minyak terbesar nasional.
3. Kabupaten Bengkalis (Riau) – Memiliki ladang minyak di darat dan lepas pantai, termasuk yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan dan beberapa operator lain.
4. Kabupaten Siak (Riau) – Bagian dari Wilayah Kerja Rokan, kaya akan sumur minyak tua dan baru.
5. Kabupaten Tanjung Jabung Timur & Barat (Jambi) – Menghasilkan minyak dari blok-blok migas di pesisir timur Sumatera.
6. Kabupaten Sorong & Teluk Bintuni (Papua Barat) – Teluk Bintuni terkenal dengan cadangan gas besar di Blok Tangguh LNG.
7. Kabupaten Indragiri Hulu (Riau) – Memiliki lapangan migas darat yang cukup produktif.
8. Kabupaten Penajam Paser Utara (Kaltim) – Produksi migas dari lepas pantai dan daratan.
Editorial Redaksi
Tulis Komentar