BENGKALIS - Pada awal tahun baru 2022 lalu, Pemerintah RI menerbitkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Undang-Undang pertama tahun 2022 ini menggantikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Keluarnya UU Nomor 1 Tahun 2022 tersebut berimplikasi pada perubahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal itu terjadi karena dalam UU HKPD dilakukan restrukturisasi pajak dan juga penyederhanaan retribusi. Kemudian, dalam Pasal 94 UU HKPD disebutkan, seluruh jenis pajak dan retribusi harus ditetapkan dalam satu Perda yang menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah. Mengingat sebelumnya, Perda terkait pajak dan retribusi daerah disusun berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Menyikapi hal itu, Pemerintah Kabupaten Bengkalis melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) mengusulkan kepada Bupati untuk membentuk Tim Penyusunan Ranperda PDRD dan dilanjutkan dengan proses atau tahapan penyusunan Ranperda PDRD. Kepala Bapenda Kabupaten Bengkalis, Syahrudin didampingi Kepala Bidang Pengendalian dan Pengembangan, Tuti Andayani, menyampaikan, tahapan penyusunan ranperda PDRD saat itu dimulai pada Triwulan II atau sampai bulan Juni 2022, yaitu Propemperda (Program Pembentukan Peraturan Daerah), Evaluasi Pajak Retribusi dan Potensi Pajak dan Retribusi.
Berikutnya pada triwulan ke III dilanjutkan dengan penyusunan Naskah Akademik oleh Politeknik Negeri Bengkalis serta penyusunan Ranperda dan terakhir pembahasan bersama DPRD sampai kemudian disetujui menjadi Perda. Begitu sudah disetujui menjadi Perda, masih ada tahapan lain yang perlu dilakukan yaitu menyampaikan Ranperda tersebut ke Mendagri melalui Gubernur Riau untuk dievaluasi.
“Prosesnya memang panjang dan butuh waktu, jadi kita harus bekerja cepat agar jangan sampai terjadi kekosongan yang menyebabkan kita nanti tidak bisa memungut pajak dan retribusi,” kata Syahrudin.
Alhamdulillah, sambung Syahrudin tahapan tersebut mulai dari perencanaan hingga proses evaluasi ranperda PDRD tidak mengalami hambatan berarti. Artinya semua tahapan sudah dilalui dan saat ini tinggal menunggu penetapan dari Gubri. “Kita terus melakukan koordinasi terkait dengan penyesuaian tarif pajak dan retribusi yang rencananya baru akan kita berlakukan pada tahun 2024 mendatang.
Tuti Andayani menambahkan, proses evaluasi agak lama menunggu saat di Kementerian Dalam Negeri karena untuk proses evaluasi, Kemendagri menunggu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 disahkan. PP tersebut mengatur tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru diundangkan pada tanggal 16 Juni 2023.
Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini mencakup berbagai aspek pengelolaan Pajak dan Retribusi, khususnya pelaksanaan pemungutan antara lain pendaftaran dan pendataan, penetapan besaran Pajak dan Retribusi terutang, pembayaran dan penyetoran, pelaporan, pengurangan, pembetulan, dan pembatalan ketetapan Pajak, Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan Retribusi, keberatan, gugatan, penghapusan piutang Pajak dan Retribusi oleh Kepala Daerah, dan pengaturan lain yang berkaitan dengan tata cara Pemungutan Pajak dan Retribusi.
Selain itu, PP ini juga mengatur mengenai pelaksanaan bagi hasil Pajak dan penerimaan Pajak yang diarahkan penggunaannya. Sejalan dengan kebijakan Pajak dan Retribusi dalam Undang-Undang, PP ini juga memuat pengaturan pelaksanaan dalam rangka mendukung kemudahan berusaha dan iklim investasi, di antaranya mengenai mekanisme pemberian dukungan insentif, penyesuaian tarif, evaluasi atas rancangan Perda, Perda, dan peraturan pelaksanaannya.
Selain itu, Pemerintah Daerah tetap didorong agar terus mengedepankan penggalian potensi Pajak secara optimal, salah satunya melalui kerja sama optimalisasi Pemungutan Pajak dan pemanfaatan data dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, maupun pihak ketiga dengan tetap menjaga kerahasiaan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Kepala Bapenda Bengkalis mengatakan, seesuai dengan amanat UU HKPD, apabila sampai 5 Januari 2024, daerah belum menuntaskan Perda PDRD. Maka, pemerintah daerah tidak diperbolehkan memungut pajak dan retribusi daerah.
Menyinggung tentang substansi Ranperda PDRD, diatur hal baru terkait restrukturisasi pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dibayarkan oleh wajib pajak selaku konsumen akhir atas konsumsi barang dan atau jasa tertentu.
"Barang dan jasa tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang dijual dan atau diserahkan kepada konsumen akhir. Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi makanan dan atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian serta hiburan," jelasnya.
Tak hanya itu, untuk mendukung investasi di Kabupaten Bengkalis, Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis juga memuat kebijakan kemudahan berinvestasi melalui pemberian insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerah yang diatur dalam Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah.
"Diharapkan, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) PDRD dimaksud dapat ditetapkan dan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2024, sebagaimana sesuai amanat Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD)," harapnya.
Syahrudin mengatakan, diluar konteks perlunya perubahan Ranperda PDRD sesuai dengan amanat UU Nomor 1 Tahun 2022, tentu saja dalam menghadapi tantangan pembangunan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, langkah-langkah strategis seperti penyusunan Ranperda PDRD merupakan upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Dengan adanya regulasi yang jelas dan transparan dalam hal perpajakan dan retribusi, diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Kabupaten Bengkalis. (advertorial)
Tulis Komentar