Mengelola Daerah Di Tengah Krisis Anggaran

$rows[judul] Keterangan Gambar : Muhammad Firdaus
Oleh : Muhammad Firdaus (Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kabupaten Bengkalis) 

 
Barangkali kita pernah mendengar uangkapan kata bahwa duit bukanlah segala-galanya, tapi segalanya memerlukan duit..betul tidak sih..? Ada juga yang mengatakan dengan duit semua urusan jadi mudah, tak ada duit urusan jadi payah... kedua-duanya ada benarnya tergantung konteksnya apa, dimana dan bagaimana kita menyikapinya.
 
Lalu bagaimana kalau kita tarik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mampukah sebuah negara menjalankan roda pemerintahan  tanpa duit/anggaran, saya pastikan jawaban tidak mampu. Analoginya sederhana sekali, perhatikan didalam rumah tangga kita sendiri. Pasti kita butuh ini dan itu untuk melengkapi kebutuhan hidup, begitu pula dalam kehidupan bernegara.
 
Dua tahun terakhir ini kita dipusingkan dengan terjadinya defisit anggaran yang disebabkan tertundanya pembayaran transfer daerah Triwulan keempat dari Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam di sektor Minyak dan Gas (Sektor Migas). Tertundanya pembayaran transfer daerah ini menyebabkan pendapatan daerah dari sumber Dana Perimbangan menjadi lebih kecil dari seharusnya yang diterima berdasarkan Peraturan Presiden yang dikeluarkan.

 
Padahal ketika pemerintah daerah menyusun RAPBD, tentu sudah menghitung seluruh potensi pendapatan yang akan diterima baik dari sektor PAD, Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Ketika seluruh potensi pendapatan dihitung secara total secara terukur, barulah pemerintah daerah merencanakan belanja daerah dalam berbagai bentuk program dan kegiatan.

Lalu kita bertanya kenapa tunda bayar itu bisa terjadi. Paling tidak menurut pengetahun saya ada beberapa sebab, pertama; Asumsi-asumsi dasar makro ekonomi yang dibangun pemerintah ketika menyusun APBN tidak mencapai target sebagaimana yang diinginkan seperti Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah terhadap US$, SPN, Harga minyak dunia US$  per barel, Lifting minyak barel per hari (bph) dan Lifting gas. Jika target ini jauh dari yang diharapkan maka sudah tentu akan terjadi deviasi dari sisi penerimaan negara dan tentunya akan berdampak terhadap realisasi dana transfer daerah.  kedua; Kebijakan pemerintah untuk melakukan audit terlebih dahulu terhadap DBH Sektor Migas sebelum direalisasikan seluruhnya kepada daerah penghasil, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya lebih salur terhadap DBH.

 
Apabila telah terjadi lebih salur DBH sektor Migas, hal tersebut akan dihitung sebagai hutang pemerintah daerah kepada pemerintah dan pemerintah akan melakukan pemotongan dari jatah DBH berikutnya.

Dengan kondisi seperti ini, tentunya tidak banyak yang bisa kita lakukan karena ketergantungan kita terhadap pemerintah pusat melalui dana perimbangan masih terlalu besar, sedangkan mengandalkan PAD untuk menutupi kekurangan belanja sepertinya jauh panggang dari api. Oleh karena itu pemerintah daerah harus lebih prudent menyikapi terutama dalam hal mengambil kebijakan strategis untuk kepentingan yang lebih besar. Apa saja kepentingan yang lebih besar itu yaitu pertama pemerintah daerah harus memprioritaskan pelayanan langsung pada masyarakat tetap jalan dan tidak terganggu dengan kondisi seperti ini, kedua; Memang akan terjadi stagnasi pembangunan dibidang infrastruktur skala besar, tetapi masih bisa disiasati dengan menjalankan kegiatan-kegiatan skala kecil sehingga pergerakan ekonomi masyarakat terutama di level ekonomi menengah kebawah tetap terjaga.

 
Ketiga; melakukan efesiensi dan efektifitas semaksimal mungkin  terhadap pelaksanaan kegiatan. Apabila tiga hal ini saja bisa dilakukan mudah-mudahan tahun anggaran berikutnya kita akan bisa meminimalisir dampak krisis anggaran ini. Mari kita menyatukan kekuatan pikiran untuk membangun daerah yang lebih baik, tidak zamannya lagi kita saling menyudutkan, karena itu tidak akan merubah keadaan. 

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)