Selain jembatan utama yang mengarah ke laut dilengkapi dengan bangunan utamanya berupa pendopo untuk pertemuan, terdapat pula ratusan meter jembatan mengarah lurus ke bibir pantai mengitari sepanjang hutan mangrove, di sisi tengah jembatan yang memanjang terdapat formasi lingkaran hati, pada formasi jembatan hati inilah jadi tempat paling favorit bagi pengunjung untuk berfoto ria, bahkan pada 17 Agustus 2020 lalu dijadikan tempat upacara bendera merah putih oleh organisasi masyarakat dan pemerintah setempat.
Selanjutnya di penghujung jembatan kayu yang terbentang memanjang, terdapat bangunan menara tiga tingkat, sebagai tempat yang sengaja disediakan bagi pengunjung untuk mengeksplorasi pemandangan maupun mengambil view foto indah hijaunya dedaunan mangrove dari ketinggian. Akan tetapi, konstruksi menara yang terbuat dari kayu itu, tidak memungkinkan bagi pengunjung yang berbadan gemuk untuk menaikinya, sebab menara akan bergoyang dan bergerak ke kiri kanan, mengimbangi beban berat dan tingginya.
Fotografer yang beraksi di atas menara juga harus jeli dengan camera atau hpnya, sebab angin di puncak menara bertiup lebih kencang, jika tak kuat menggenggam, maka camera akan terjebur ke laut.
Masih di lokasi yang sama, pada pangkal jembatan hutan mangrove itu, terdapat puluhan pendopo yang terlihat menarik di antara rindangnya dedaunan mangrove nan menghijau pekat, terletak di atas deburan ombak yang menggulung pada bibir pantai. Terdapat hiasan beragam tulisan yang menempel pada beberapa pepohonan mangrove di kiri kanan pendopo, tulisan tentang penejelasan ilmiah berbagai jenis mangrove, dan tulisan lain yang mengajak pengunjung untuk selalu mencintai lingkungan dan alam sekitar.
Keberadaan pendopo yang berjejer dan tersusun rapi itu, selalu digunakan pengunjung sebagai tempat bersitirahat setelah penat mengelilingi hutan mangrove melalui jembatan, sekedar bersantai atau bercanda ria, namun tidak dibenarkan berbuat mesum di lokasi itu, karena pengelola selalu memantau dan menyuruh pelaku untuk segera angkat kaki. Tak jarang pula pendopo utama dijadikan wadah untuk pertemuan publik baik dari instansi pemerintah maupun swasta, ada juga mushalla tempat sholat, tak ketinggalan dapur umum dan pendopo pengelola tempat pengolahan maupun jualan aneka ragam kuliner ciri khas Melayu Riau.
Penasaran dengan lokasi dan nama tempatnya?, inilah objek ekowisata Mangrove Education Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis Riau, yang mulai dibangun atas inisiasi swadaya masyarakat setempat, hingga menjadi objek wisata binaan Pertamina RU II Sungai Pakning.
“Awalnya pada tahun 2004 silam, abrasi menyerang dan mengancam pantai desa kami, lalu masyarakat nelayan mulai memikirkan cara untuk mengatasinya, maka kami mulai dengan menanam sebatang mangrove. Setelah dipelajari ternyata mangrove ampuh mengatasi abrasi. Alhamdulillah atas kesadaran masyarakat akan pentingnya penghijauan, akhirnya kami terus melakukan penanaman dan pembibitan, sampai saat ini sekitar 15.000 bibit mangrove sudah tertanam di pesisir pantai desa Pangkalan Jambi,” ungkap Abda Yani ketua Kelompok Kerja (Pokja) Mangrove Harapan Bersama Desa Pangkalan Jambi didampingi rekannya Alpan kepada penulis.
Pokja mangrove memiliki anggota 14 orang, merupakan salah satu kelompok di bawah managemen Koperasi Berkah Jaya Bersama (BJB) yang dipimpin oleh Jefriden sebagai pengelola Mangrove Education Pangkalan Jambi. Pokja mangrove memiliki tugas untuk pengembangan mangrove dan fasilitas wisata, terdapat pula Pokja Kuliner yang diketuai Ny. Raida dengan anggota 14 orang, pokja kuliner terdiri dari kaum Ibu – Ibu yang memiliki tugas kusus untuk memproduksi makanan ciri khas melayu dari olahan bahan baku lokal.
“Setelah mangrove tumbuh menghijau melawan abrasi pantai, tahun 2017 managemen Pertamina RU II Sungai Pakning mulai melirik dan tertarik untuk melakukan pembinaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) kepada kami. Maka pada tahun 2018 lalu, Pertamina bersama masyarakat yang tergabung dalam Koperasi BJB, didukung pemerintah Desa Pangkalan Jambi mulai melakukan pengembangan dan inovasi, sampai terbentuklah Mangrove Education seperti hari ini, ramai dikunjungi oleh masyarakat dari dalam maupun luar daerah,” kata Abda menyambung ceritanya.
Tak tanggung – tanggung, setelah dikembangkan dengan keseriusan dan kerja keras masyarakat, atas binaan Pertamina dan pemerintah setempat, kawasan pesisir pantai desa Pangkalan Jambi itu, sejak awal tahun 2020 hingga sekarang, menjadi objek ekowisata hutan mangrove terbesar dan paling ramai dikunjungi di Riau, jumlah total wisatawan rata – rata mencapai lima ribu orang setiap bulan.
“Pada hari – hari biasa, pengunjung yang mendatangi Mangrove Education Pangkalan Jambi ini berjumlah 250 sampai 300 orang perhari, sedangkan pada hari libur atau tanggal merah, pengunjung berkisar 600 sampai 800 orang perhari, jadi rata – rata pengunjung setiap bulan mencapai 5000 orang. Itu berdasarkan tiket masuk yang terjual, sedangkan kusus untuk masyarakat desa ini, kami gratiskan,” tambahnya.
Menariknya, tiket masuk terbilang murah meriah, hanya dibandrol senilai Rp. 2000 per orang, sehingga banyak pengunjung yang datang berulang – ulang dalam sehari, mulai dari anak – anak, orang dewasa sampai lanjut usia, semua turut terpesona dengan keindahan ekowisata mangrove satu ini.
Pemandangan indah tepian pantai hutan mangrove Pangkalan Jambi semakin lengkap jika dinikmati dengan cita rasa sajian kuliner yang tersedia, baik makanan cepat saji maupun makanan ringan kemasan yang diproduksi oleh ibu – ibu Pokja Kuliner Koperasi BJB.
“Ada amplang lomek, dodol kedabu (pedada), dodol tematu, keripik jerujur, sirup tematu, sirup kedabu dan beberapa jenis makanan lainnya yang diproduksi ibu – ibu anggota pokja, selalu terjual habis dan laris manis. Rata – rata setiap produk memiliki omset Rp. 2 juta sebulan. Keuntungan dari penjualan produk kuliner tersebut, dibagikan secara merata kepada anggota pokja. Untuk kemasan produk makanan, kami berkoordinasi dengan tim CSR Pertamina RU II,” jelas Raida ketua Pokja Kuliner Koperasi BJB, sembari mengatakan tetap berkreasi membangkitkan gairah ekonomi bersama anggotanya, walaupun di masa pandemi covid 19.
Selain tersedia kuliner yang menarik dan objek alam yang natural dan fresh, membuat para fotografer berlomba untuk mencari penampakan foto menarik di sana, lokasi Mangrove Education Pangkalan Jambi binaan Pertamina RU II Sungai Pakning ini juga mudah dijangkau, jarak dari pelabuhan penyeberangan Roro Sungai Selari Kecamatan Bukit Batu hanya berkisar 7 km, melewati Jalan Jendral Sudirman menuju arah Pekanbaru, tiga menit dari SPBU Pangkalan Jambi, pengendara akan bertemu dengan jalan masuk lokasi mangrove di sebelah kiri, ditandai dengan gerbang petunjuk yang ada di depan jalan, berjarak sekitar 150 meter dari Kantor Desa Pangkalan Jambi.
“Terimakasih atas binaan yang diberikan Pertamina RU II Sungai Pakning, dukungan dari Pemerintah Desa Pangkalan Jambi dan Pemerintah Kecamatan Bukit Batu, kami akan terus berusaha untuk mempersempahkan yang terbaik, terkait pelayanan maupun kenyamanan di ekowisata Mangrove Education Pangkalan Jambi,” tutur Jefriden Ketua Koperasi BJB.
Kepala Humas Pertamina RU II Sungai Pakning Rahmad Hidayat mengatakan pembinaan yang diberkan pihaknya kepada masyarakat Desa Pangkalan Jambi, merupakan komitmen perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu dalam berkontribusi untuk pembangunan bangsa dan negara.
“Sudah menjadi tanggung jawab dan komitmen Pertamina untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lainnya. Melalui program CSR, kami ikut membina dan mengembangkan ekowisata Mangrove Education Pangkalan Jambi, harapan kita semoga kedepan semakin berkembang dan menjadi objek wisata yang paling direkomendasikan di Riau,” harapnya.***
Tulis Komentar